Jumat, 05 September 2008

Munas Kaum Sufi

Musyawarah Nasional Kaum Sufi 

Istilah Munas (Musyawarah Nasional) sudah sering kita dengar. Yang menyelenggarakan biasanya adalah organisasi sosial atau partai politik. Sudah pasti ramai, seru, dan sering kali terjadi pro-kontra ketika hendak menentukan kebijakan organisasi ke depan, apalagi ketika menentukan ketua umumnya. Sekarang, bagaimana jika sebuah Munas diselenggarakan oleh kaum sufi, sekelompok orang yang kehidupannya banyak beribadah? Seseru apa yang terjadi? Adakah pula makna even tersebut bagi tatanan kehidupan kebangsaan kita?

Belum lama ini, tepatnya tanggal 27-30 Juni 2008 lalu bertempat di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, kaum sufi yang tergabung dalam asosiasi yang bernama JATMAN (Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah) menyelenggarakan Musyawarah Nasional Kubro. Munas ini diikuti oleh sekitar 1200 orang dari berbagai jamaah tarekat yang tergabung dalam JATMAN di seluruh Indonesia. Munas merupakan forum tertinggi setelah muktamar yang bertujuan untuk mengevaluasi berbagai program yang sudah dirancang sebelumnya. Suasana penuh ketenangan dan keteduhan hati sangat tampak dalam forum ini. Para peserta yang sebagian besar memakai baju koko warna putih, dengan tekun mengikuti rangkaian acara. Mereka adalah para kiai dan guru tarekat yang memiliki ribuan jamaah di daerahnya masing-masing. Zikir-zikir panjang dan istighotsah selalu menjadi bagian rutin dalam sholat berjamaah yang diselenggarakan di masjid asrama haji. Lantunan shalawat Nabi dalam bentuk Asyraqalan (syair Qiyamul Maulid) juga acapkali berkumandang, misalnya ketika Presiden SBY memasuki ruangan. Ini membuat suasana semakin religius. Jadi, suasananya seru tapi khidmad, ramai tapi tetap bermakna.

Habib Muhamad Luthfi bin Ali bin Yahya sebagai Rais 'Am (ketua umum), ketika menyampaikan Taushiyah pada saat Khotbah Iftitah mengajak seluruh peserta agar bersatu dan berjuang untuk umat dan juga menjaga keutuhan jam’iyyah thariqoh. Dia mengakui, pada kenyataannya sosialisasi lembaga ini masih lemah, sehingga belum bisa memasyarakatkan thoriqoh dan menthoriqohkan masyarakat. Akibatnya syiar dakwah kethoriqohan tidak berjalan. Pemahaman tentang konsep dalam thariqah adalah konsep tentang pengambilan air dari satu samudra (Sayyidil Wujud), dalam proses pengambilan tersebut ada keterbatasan dalam tempat tampung air dan jarak serta teknik pengambilan airnya. Sehingga ada yang cuma mengambil sedikit demi sedikit, ada yang pengambilannya cepat, ada yang ambilnya banyak dan mudah, ini semua tidak begitu masalah karena tetap berasal dari samudra yang satu yaitu Samudranya Ma’rifat Sayyidil Wujud Muhammad SAW. Yang perlu dicermati juga adalah betapa sangat perlunya pemahaman tentang fiqh (fardlu yang wajib) untuk bekal dalam tatacara ibadah syar’i sebelum memutuskan untuk masuk thariqah, bagi para pemulanya.

Jamaah tarekat merupakan salah satu kelompok yang dikenal sangat solid dan patuh terhadap perintah dari para pemimpinnya, atau Mursyid. Keadaan ini tentu menjadi godaan para politisi untuk memanfaatkannya sebagai lumbung suara. Namun demikian, Habib Lutfi bin Ali Bin Yahya menegaskan organisasi ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik. Habib Luthfi menghimbau kita juga untuk menjaga keutuhan jam’iyyah Thariqoh khususnya di masa yang penuh gejolak ini dan menyelamatkan ahli thariqoh dari begitu banyaknya kepentingan-kepentingan yang menggoda dan merayu Jam’iyyah thoriqoh. Beliau mengatakan: "Jangan sampai kita mempermalukan para salaf kita dan justru kita harus mampu membuat bangga para salaf…Kita harus menjaga keuntuhan jamaah tarekat dari kepentingan politik. Tetapi jam’iyyah tarekat tidak menghalangi hak individu anggotanya untuk memilih aspirasinya, asal tidak membawa nama jamiyyah, wadah ini harus tetap utuh”.

Menurut saya, forum tersebut sangat baik sebagai konsolidasi internal kaum tarekat. Selama ini tarekat dikenal sebagai "lembaga pendidikan spiritual" yang menggembleng para pengikutnya untuk menjadi muslim yang baik; muslim taat, mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, dan bisa menunjukkan kesalehan di hadapan publik. Sikap menjaga jarak dengan kepentingan politik-praktis ini penting, agar tidak semakin terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat. Kaum sufi dan institusi tarekatnya dapat menjadi peredam gejolak nafsu politik yang kian tak terbendung.

2 komentar:

Sufisme Kontemporer mengatakan...

Ternyata orang-orang tasawuf itu terorganisir juga ya. Berarti kayak organisasi modern juga. Tapi apa pola pikir mereka ini masih tetap tradisional atau bagaimana?

zezz mengatakan...

"Terorganisir" disini bukan berarti berkelompok dan membuat sebuah kemoderenitas yang baru. JATMAN dibawah habib lutfi bin yahya berusaha menggalang ahli tharekat diseluruh negri ini untuk bersatu dan bersilaturahmi, sedikit membahas permasalahan antar tarekat, dan tuk memastikan tarekat2 yang tidak muktabarah yang mungkin ada. ini perkumpulan akbar yang dihadiri para imam, muqoddam, khalifah2 tarekat.. masing2 tarekat sangat menjaga ketradisionalitasnya dalam berprinsip.. dunia tarekat sangat menarik tuk dibahas.. akan baru bisa diketahui setelah kita benar2 melihat kedalamnya..
Good article
salam knal..
Aziz