Minggu, 02 November 2008

Café ala Sufi

Tak terbantahkan lagi, café merupakan bagian gaya hidup modern yang ramai di manapun adanya. Di situ orang bisa betah berjam-jam: menikmati aneka minuman pilihan, makanan ringan, dan bisa larut dalam hiburan yang dipentaskan. Merogoh kocek banyak orang tidak peduli, yang penting mereka merasa terhibur dan senang. Satu lagi yang penting, dan itu sudah menjadi rahasia publik, di café pulalah biasanya bisnis dan transaksi seksual berlangsung, lengkap dengan narkobanya. Nah sekarang, apakah semua café demikian? Tentu tidak. Banyak café yang masih murni. Murni dalam menyajikan layanan dan hiburan buat pengunjungnya.

Namun ada satu hal yang menarik, di kalangan kaum sufi, belakangan ini muncul fenomena baru. Mereka juga punya café, antara lain yang baru saja dibuka di ibukota. Namanya "Rumi Café". Berlokasi di Jalan Iskandarsyah yang mengarah ke Kemang, kawasan elite di Jakarta Selatan, ia diharapkan menjadi tempat hangat terbaru untuk kaum belia Ibu Kota. ”Saya berniat menjerat anak muda masuk surga,” kata Arief Hamdani, Presiden Haqqani Sufi Institute of Indonesia. Rumi Café memang bukan seperti café biasa. Tempat ini tidak menyediakan minuman beralkohol. Namun nuansa tenang dan damai langsung menyapa siapa saja yang datang. Hot spot ini digadang-gadang Arief sebagai tempat bertemu, berdiskusi, sekaligus menikmati "sema" atau whirling dervishes, tarian sufi yang berputar-putar itu, yang diperkenalkan Jalaluddin Rumi, sufi agung abad ke-13. Sejumlah buku dan foto tokoh sufi, dipajang berjajar di etalase. Majalah Tempo beberapa pekan lalu memuat informasi ini.

Menurut saya ini adalah terobosan baru yang menarik. Sebab selama ini tasawuf, orang-orang sufi, dan kaum tarekat, dikesankan tidak gaul, alias sering ketinggalan zaman. Langkah Mas Arief di atas patut diacungi jempol. Ia berusaha mendakwahkan tasawuf dengan cara yang popular agar bisa merangkul banyak orang. Bukankah selama ini dakwahnya
orang Islam terlalu kaku dan kurang inovatif? Ketika sufisme mengejawantah ke dalam tata kehidupan café, ia akan menjadi café sufi. Santapan yang dihidangkan adalah bacaan-bacaan keagamaan yang menyentuh jiwa. Minuman yang ditawarkan adalah hiasan-hiasan yang penuh makna. Hiburan yang ditampilkan adalah kegiatan ritual yang menenggelamkan orang pada suasana ketenangan jiwa yang tanpa batas. Model mengemas nilai-nilai agama dalam idiom/budaya modern seperti ini tampaknya menarik untuk dikembangkan lebih jauh.

2 komentar:

LULUK FIKRI ZUHRIYAH mengatakan...

sesuatu yang diluar dugaanku, kalau di kawasan kemang ada cafe sufi. apakah aktivitas konkret dari cafe ini, selain menyajikan tarian rumi? apakah seperti yang aku ketahui ketika di canada, ada "sufi center",sebagai tempat konseling masy canada. yang datang tidak hanya orang muslim saja, tetapi diluar itu juga ada. Informasi cafe sufi ini bagus sebagai model dakwah masy modern.

Sufisme Kontemporer mengatakan...

Itulah salah satu cara kaum sufi modern mempublikasikan dirinya. Saya belum tahu secara detail aktifitas di situ, tetapi pemberian nama "Cafe Sufi" ini saja sudah menarik sehingga orang tidak skeptif duluan. Trims atas komentarnya